1 Januari 2020, hujan membasahi kawasan rumah Saya di daerah Purwomartani, Sleman, DIY. Sejak pagi hingga malam, rintik hujan terus...

Ingat Randang Ingat Payakumbuh



1 Januari 2020, hujan membasahi kawasan rumah Saya di daerah Purwomartani, Sleman, DIY. Sejak pagi hingga malam, rintik hujan terus menemani. Padahal Saya bersama istri berencana untuk keluar membeli keperluan dapur untuk memasak makanan. Saya telah mencoba untuk keluar dan mencari tempat menjual kebutuhan dapur menggunakan motor, lengkap dengan mantel hujan dan helm. Namun setelah berkeliling, ternyata banyak yang tidak buka dan kalaupun buka ternyata habis.

Alhasil, Saya pun kembali pulang tanpa membawa bahan makanan. Beruntung, beberapa bungkus mie instan, telur, cabe dari Payakumbuh hasil kiriman orang tua masih ada. Tiba-tiba, Saya ingat bahwa beberapa bulan sebelumnya pernah dikirimkan paket Randang Minang asli Payakumbuh dan Randang Telur oleh Bapak Wakil Walikota Payakumbuh. Oh, Thanks, God.

Harapan untuk makan siang enak terbayang sudah. Saya bergegas membukanya, sebuah kotak ternyata berisi tiga sachetan randang dengan dua macam randang yaitu daging dan jamur. Menurut cara penyajian yang tertera di belakang bungkus sachet randang tertulis bahwa Randang ini dapat langsung dinikmati. Tapi untuk rasa terbaik sebaiknya dihangatkan selama 1 menit menggunakan microwave atau dikukus selama 5 menit. Berhubung Saya baru pindah juga beberapa bulan ini, microwave yang menjadi kebutuhan tambahan belum atau mungkin tidak Saya beli. Jalan satu-satunya adalah dengan menghangatkan menggunakan kompor plus kuali.

Siap menyantap nasi randang daging dan randang jamur. (Dok. Ade Suhendra)
Beberapa menit kemudian, randang jamur dan daging asli Payakumbuh ini pun siap disantap. Saat cek nasi di dapur, alhamdulillah istri tercinta sudah memasaknya dan kebayangkan bagaimana nikmatnya makan randang bersama nasi hangat di tengah rintik-rintik hujan. Hm, rasanya seperti makan di rumah sendiri yang ada di Kampung (Payakumbuh). Aroma rendang, tekstur daging dan rasanya sangat berbeda dengan randang yang pernah saya cicipi selama berada di Yogyakarta ini, sekalipun itu berada di rumah makan minang.

Selesai makan, Saya penasaran dengan packaging dari Randang Minang asli Payakumbuh ini. Selain kemasan yang unik dan kekinian, desainnya pun tampak menarik dibandingkan dengan randang yang biasanya. Saya ingat, ternyata ini merupakan inovasi dari Wakil Walikota Payakumbuh Bapak Erwin Yunaz yang memang udah pakar dalam packaging dan kemasan. Kabarnya beliau pernah bekerja dengan perusahaan asing dibidang packaging dan wajar kalau bentuk kemasan randang yang dikirim beliau menarik dan mudah dibawa-bawa apalagi cocok untuk traveler.

Randang sachet ini menurut yang tertulis di bungkusannya bisa sampai tahan 3-4 bulan karena angka yang tertera yaitu pada bulan 16 Oktober 2019 hingga Januari 16 Januari 2020. Artiny, randang yang Saya makan ini umurnya tinggal 15 hari lagi, untungnya sudah dimakan sekarang.

Randang Jamur asli Payakumbuh (Dok. Ade Suhendra)
Kembali mengutip Payakumbuh the City of Randang menurut Wakil Walikota Payakumbuh pada saat deklarasi, Senin 17 Desember 2018 lalu, Kota Payakumbuh memiliki sebanyak 37 Industri Kecil dan Menengah (IKM) rendang yang sudah berproduksi untuk mewujudkan branding Payakumbuh City of Randang.

"Rata-rata produksi setiap IKM mampu menghasilkan 31 Kg rendang per hari, jika dikalkulasikan seluruhnya bisa menghasilkan 1.147 Kg dalam satu hari. Selain itu, beberapa infrastruktur termasuk sarana dan prasarana untuk pengembangan produk rendang susah tersedia di Payakumbuh. Mulai dari rumah potong hewan bertaraf internasional, Gedung Sentra Randang, teknologi retouch, hingga teknologi nuklir dari BATAN untuk pengawetan rendang," katanya.

So, taglinenya "Ingat Randang, Ingat Payakumbuh" sepertinya memang cocok yang Saya rasakan saat ini karena saat makan randang yang dikenal sebagai makanan terenak di dunia versi CNN ini Saya berasa sedang makan di rumah saja. Ah, Payakumbuh. Saya akan kembali lagi nanti. (*)

Randang Minang dari Payakumbuh (Dok. Ade Suhendra)



0 comments: